Social Icons

Pages

Jumat, 14 Desember 2012

Sudahkah bank Syariah benar-benar Islami ?

Dari persepektif Islam, tujuan utama perbankan dan keuangan syariah dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Penghapusan bunga dari semua transaki keuangan dan pembaharuan semua aktivitas bank agar sesuai dengan prinsip Islam.
  2. Pencapaian distribusi pendapatan dan kekayaan yang wajar.
  3. Promosi pembangunan ekonomi.
Perbankan syariah di manapun di dunia ini melandaskan diri kepada ajaran Islam. Di awali dari ketauhidan (transendental) hingga ke muamalah (kehidupan sosial manusia). Jika diperas lagi, nilai-nilai yang umum dijadikan sandaran bagi perbankan syariah adalah: keadilan, keseimbangan, dan kemaslahatan bersama.
Jika pertanyaannya sudahkah bank syariah yang ada saat ini benar-benar Islami? Kami sebagai manusia tidak berani mengklaimnya “sudah benar-benar Islami”. Pun untuk menudingnya, “tidak benar-benar Islami”.
Yang biasanya ditunjuk sebagai “bank syariah tidak berbeda dengan bank konvensional”, adalah penggunaan margin dalam transaksi murabahah bank syariah sebagai pengganti bunga dalam transaksi kredit bank konvensional. Murabahah memang mengomposisi 70% kegiatan bank syariah Indonesia. Operasi keuangannya memang mirip-mirip dengan bank konvensional di jenis transaksi ini. Jika Anda dikenakan bunga 14% untuk KPR di Bank Konvensional, ketika ke bank syariah Anda dikenakan margin 14% juga misalnya. Lalu Anda bilang, bank syariah hanya mengemasnya saja dalam bahasa Arab, isinya mah “podo wae”.
Perlu diketahui, dalam murabahah yang difokuskan/ dikenai biaya bukanlah peminjaman uang. Bahasa gampangnya, bukan meminjamkan uang kepada Anda untuk membeli rumah. Yang terjadi adalah, bank syariah membelikan Anda rumah, lalu menjualnya kepada Anda dengan penambahan harga yang sama-sama disepakati di awal.  Dalam hal ini, fokusnya adalah barang/ benda bukan uangnya. Sementara, dalam pandangan konvensional, yang diberikan penambahan adalah uang yang dipinjamkan untuk membeli rumah tersebut.
Mari tidak usah melihat bagaimana Islam melarang penambahan terhadap uang yang dipinjamkan. Anda mungkin sudah sering mendengarnya atau jika belum, dapat dengan mudah mendapatkan informasinya. Mari melihat kepada ajaran Kristen tentang penambahan terhadap uang yang dipinjamkan (riba atau bunga).
Kitab Perjanjian Baru tidak menyebutkan permasalahan ini secara jelas. Namun, sebagian kalangan Kristiani menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam Lukas 6:34-5 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat tersebut menyatakan : “Dan jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang, karena kamu berharap akan menerima sesuatu daripadanya, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa, supaya mereka menerima kembali sama banyak. Tetapi, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterimakasih dan terhadap orang-orang jahat.” Ketidaktegasan ayat tersebut mengakibatkan munculnya berbagai tanggapan dan tafsiran dari para pemuka agama Kristen tentang boleh atau tidaknya orang Kristen mempraktekkan pengambilan bunga. Berbagai pandangan di kalangan pemuka agama Kristen dapat dikelompokkan menjadi tiga periode utama, yaitu pandangan para pendeta awal Kristen (abad I hingga XII) yang mengharamkan bunga, pandangan para sarjana Kristen (abad XII – XVI) yang berkeinginan agar bunga diperbolehkan, dan pandangan para reformis Kristen (abad XVI – tahun 1836) yang menyebabkan agama Kristen menghalalkan bunga.
Kitab Ulangan 23:20 menyatakan: “Dari orang asing boleh engkau memungut bunga, tetapi dari saudaramu janganlah engkau memungut bunga … supaya TUHAN, Allahmu, memberkati engkau dalam segala usahamu di negeri yang engkau masuki untuk mendudukinya“.
Darimana bagi hasil diambil?
Ada dua jenis bagi hasil yang diberikan bank syariah, untuk nasabah deposan dan peminjam dana.  Penentuan bagi hasil bank syariah umumnya ditentukan oleh beberapa hal berikut:
  1. Keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dibiayai bank syariah.
  2. Rasio cadangan risiko yang ditentukan bank syariah.
  3. Ekspektasi profit di masa depan.
  4. Rate bunga di pasar.
Yang membuatnya menjadi berbeda adalah poin nomor 1. Katakanlah Anda meminjam Rp100 juta untuk usaha penjual Bakso. Bank syariah dan Anda bersepakat mengenai bagi hasilnya, Anda 60% dan Bank Syariah 40%. Jika dalam bulan ini, usaha Anda untung Rp10 Juta, maka bagian untuk Bank Syariah adalah Rp4 Juta dan untuk Anda Rp6 Juta. Jika bulan depannya Anda hanya untung Rp8 Juta, perhitungannya mengikuti, Rp5 Juta untuk Anda dan Rp3 Juta untuk Bank Syariah. Pun jika untung yang didapat lebih tinggi dari Rp10 Juta.
Bagaimana jika terjadi banjir (bencana alam), hingga tambak udang Anda hancur? Bank syariah juga dikelola oleh manusia yang memiliki rasa keadilan. Anda bisa mendapat penghapusan utang  atas itu. Namun, jika Anda gagal bayar karena mismanajemen Anda sendiri misalnya, tidak serta merta Bank Syariah menghapusbukukan utang Anda. Untuk meminimalisasi risiko gagal bayar, Bank Syariah biasanya tidak sekadar meminjamkan uang untuk Anda, pembinaan juga biasanya dilakukan.
Untuk poin yang terakhir (rate bunga di pasar), ini dilakukan karena hal teknis perbankan. Tapi biasanya bukan ini alasan utama penentuan bagi hasil. Bank syariah perlu tahu berapa rate bunga di pasaran, agar bagi hasil yang ditariknya dari peminjam dana menjadi sama-sama menguntungkan kedua belah pihak.
Bank Syariah bukan Lembaga Sosial
Kehancuran rumah karena bencana bukan menjadi tanggung jawab Bank Syariah untuk merenovasinya. Jika paradigmanya adalah social responsibility, Bank Syariah sudah memiliki berbagai instrumen untuk itu. Misalnya lembaga amil zakat (LAZ) yang ada di Bank Syariah tersebut, program CSR-nya sendiri, dan dana Qardhul Hassan (pinjaman kebajikan). Yang terakhir adalah pinjaman dari bank yang tidak ada penambahan darinya ketika dibayarkan kembali. Tapi ini bukan produk perbankan syariah, biasanya ini masuk dalam salah satu program CSR.
Adalah tanggung jawab negara untuk menjamin kesejahteraan warganya.  Kesejahteraan dilihat juga dari ketersediaan rumah untuk warganya kan?
Namun, jika Anda ingin mendapat bantuan dari Bank Syariah untuk renovasi rumah karena bencana tersebut, silakan datangi LAZ-nya. Jika yang dimaksud adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI), silakan tanyakan ke Baitul Maal Muamalat (BMM, silakan meluncur ke www.baitulmaal.net. Atau bisa juga ke LAZ-LAZ lainnya.
Setiap bank syariah memiliki LAZ-nya sendiri. Inilah sayap sosial dari sebuah
bisnis bank syariah. LAZ memberikan bantuan kepada masyarakat kurang mampu, penanganan bencana, dan sebagainya. Dari mana dana LAZ? Dari bank syariah itu terutama. Semua umat Muslim diwajibkan membayar zakat. Bank Syariah dan karyawannya membayar zakat biasanya kepada LAZ-nya sendiri. Tentu alasannya untuk memudahkan sistem pembayaran yang biasanya debet atas rekening saja. Namun, masyarakat umum juga diperbolehkan membayar zakat lewat LAZ yang berafiliasi dengan Bank Syariah.
Nah, dari penjelasan di atas, bukankah Bank Syariah juga berjiwa sosial, meskipun dia lembaga bisnis yang harus mengejar profit?

sumber:http://ib.eramuslim.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Media Berbagi Informasi